Rabu, 25 Februari 2009
ENTAH mengapa tiba-tiba hati jadi tak menentu. Mungkin, banyak yang dipikirin kali?
Kayaknya demikian. Tak ayal, pikiran pun mulai menerawang jauh...timbul pertanyaan, apa sih yang bikin ruwet, apa sih yang bikin berat dan memberatkan...Jelas ini bukan hayalan, yang ada kenyataan. Sanggupkah menghadapi? apanya? kembali semuanya jadi tak menentu...yang ada pikiran yang itu2 aja. Harus ambil sikap...benar namanya manusia harus berani mengambil sikap. semakin besar resiko yang ambil, maka semakin besar pula kebalikannya. Inilah saatnya aku harus mengambil sikap, penuh ketegasan, pantang menyerah...kegalauan pun berangsur sirna...
Selasa, 14 Oktober 2008
Ketika kau bertanya seberapa besarkah cintaku
padamu? aku hanya menjawab, sebesar kuku.
Engkau nampak terkejut, mungkin saja yang kau
inginkan sebesar gunung dsb. Tanpa kau minta,
akupun menjelaskan, bahwa kalau gunung setiap
saat bisa meledak dan rata dengan tanah.
Sedalam lautan? Tetap saja bisa kering. Kuku?
yah benar...sebab, kendati manusia sudah wafat,
namun kukunya tetap akan bertumbuh...
Tanpa sadar, kaupun memeluk diriku dengan
penuh kasih sayang...
Senin, 13 Oktober 2008
My Family
Minggu, 31 Agustus 2008
Michael Towoliu
HAI semua manusia, sembahlah tuhanmu, yang menjadikan kamu dan menjadikan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap dan menurunkan dari langit air, kemudian mengeluarkan dengan air itu berbagai macam buah (makanan) sebagai rizgi untukmu. Karena itu, maka kamu jangan mempersekutukan ALLAH dengan apapun, padahal kamu mengetahui. (Bahwa ALLAH itu tidak bersekutu dan tidak berbanding, sebab DIA pencipta sedang semua yang lainnya dicipta olehNya, sebab Tuhan itu hanya menjadikan, mencipta dan bukan dijadikan, diciptakan).
Firman ALLAH SWT, di atas sudah jelas menyatakan kalau kita sebagai manusia yang dicipatkan olehNya harus selalu bertaqwa dan jangan sekali-kali mempersekutukannya dengan apapun baik yang ada di langit maupun di bumi.
Kini tak terasa, bulan penuh rahmat, penuh pertobatan sudah tiba. Inilah kesempatan kita (umat muslim) untuk segera memohon ampun atas segala perbuatan yang selama ini dilakukan. Marilah kita menelisik kembali, perjalanan hidup kita selama ini. Saya yakin, orang-orang beriman pasti sangat merindukan bulan suci Ramadhan, bulan penuh berkah dan pengampunan. Faktanya, Ramadhan adalah bulan kebaikan dan kebahagiaan bagi semua manusia, karena secara fithrah, manusia itu cenderung kepada kebaikan dan beriman kepada Rabbnya.
Oleh sebab itu, manusia diberikan kesempatan pada bulan ini, tapi dengan catatan untuk selalu menghindar dari perbuatan yang dapat membatalkan puasa, maupun pahala puasa itu sendiri. Ada tiga poin yang dapat membatalkan pahala puasa, pertama adalah berdusta. Dusta ini dapat menuntun kita kedalam api neraka. Seperti sabda Rasulullah s.a.w: Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke sorga, dan selalu seorang itu berkata benar, dan menjaga supaya tetap benar, sehingga dicatat di sisi ALLAH sebagai seorang siddiq (yang amat benar). Dan berhati-hatilah dari dusta, karena dusta menuntun kepada lancung (curang) dan kecurangan itu menuntun ke dalam neraka, dan selalu seorang hamba berlaku curang, sehaingga tercatat di sisi ALLAH sebagai pendusta. (H.R. Bukhari, muslim). Kedua adalah ghibah (menyebut kejelekan orang pada lain orang). Ghibah ini sangat berbahaya, sebab ibarat dosanya lebih berat daripada berzinah. ALLAH ta’ala berfirman: hai orang-orang beriman jauhilah kebanyakan dari sangka-sangka itu, karena sebaian dari sangka-sangka itu berdosa, dan jangan menyelediki kesalahan orang, dan janganlah sebagian kamu menggunjing (mengumpat) sebagian yang lain, sukakah sekiranya seorang makan daging saudaranya yang telah mati, tentu kamu jijik. Karena itu, bertaqwalah kepada ALLAH sungguh ALLAH maha penerima tobat lagi penyayang. (Alhujarat 12). Dan yang ketiga adalah memaki (saling caci). Hal ini dapat menyeret kita pada perbuatan yang tidak benar. Sebab, ketika kita saling mencaci, kita pasti akan dibalut emosi (amarah). Nah, kesempatan inilah digunakan syetan untuk menjerumuskan kita ke hala-hal yang tidak baik. Seperti yang diriwayatkan (H.R. Albaihaqi, ibn Asaakir), bahwa Rasulullah s.a.w pernah bersabda: hai m’awiyah, awaslah daripada marah, karena marah itu dapat merusak iman, sebagaimana jadam dapat merusak madu. Untuk itu, dalam menjalankan puasa, umat muslim dilarang untuk mencaci maki yang ujungnya pada kemarahan. Sebab sesuai sabda Rasulullah, bahwa bukan yang bernama puasa itu sekedar menahan makan minum, tetapi puasa yang sungguh-sungguh itu menahan dari laghu (lelahan, perkataan tidak ada gunanya) dan kata-kata yang keji.
Untuk itu, marilah kita bersujud dan memohon ampun kepada ALLAH. Sangatlah rugi bagi kita jika tidak melakukan hal itu, sebab di bulan suci Ramadhan ini, pintu taubat telah terbuka bagi kita semua yang menginginkannya. Amin...
Sabtu, 30 Agustus 2008
NASIB manusia yang dianggap apes adalah jika tak memiliki kepastian dalam hidup, ter-utama masalah hukum. Kebanyakan manusia, kendati tak memiliki garis keturunan dengan penyakit jantung, namun bisa saja dalam sekejap menderita sakit tersebut. Ba-gaimana tidak, nasibnya telah dipermainkan. Harga diri telah diinjak-injak. Hidup dalam pe-nekanan. Seakan terjerat jaring laba-laba, sekali terperangkap jangan harap bakal lepas lagi. Kenapa saya bisa berpikir demikian? Pasti ada sebabnya. Terus terang, dari sejumlah refrensi kehidupan, maupun fakta yang ada, ketika salah se-orang masuk dalam jeratan hu-kum, pasti sangat sulit untuk melepaskan diri. Perlahan tapi pasti, mau tidak mau, harus dihadapi, sebab mau kabur itu hal yang tidak mungkin. Ketika seseorang dipanggil terkait kasus, entah pidana umum atau pidana khusus semisal dugaan korupsi, sejak itu pula hidupnya akan berubah. Apalagi jika tercium Pers. Malu kepada masyarakat, malu juga kepada keluarga. Padahal, belum tentu dia memang sebagai pelaku korupsi. Sialnya lagi, jika nasib orang tersebut digantung atau tak ada kepastian hukum dalam artian salah atau benar belum bisa dibuktikan. Posisi atau status seperti inilah yang membuat kebanyakan orang terutama kaum pejabat, menderita depresi. “Tolong, anak saya sudah tidak mau ke sekolah, sebab dia malu sama teman-temannya” ungkapan ini sering muncul dari mulut para pejabat yang terseret kasus korupsi. Bahkan kadang, ada yang malu untuk ke kantor atau berhadapan dengan masyarakat sekitar tempat dia tinggal. Mending kalau banyak uang, dia bisa berpindah tempat saat itu juga meski belum sepenuhnya lepas dari rasa malu. Namun bagi yang tidak, atau ekonominya pas-pasan, gimana? Padahal, belum tentu dia pelaku utama, bisa saja dia hanya menjalankan perintah atasan. Kalau sudah begini, kita hanya dapat berharap pertolongan dari Tuhan, sebab untuk mencari keadilan di negeri ini, sangat sulit. Seperti mencari jarum dalam jerami. Banyak contoh kasus dugaan korupsi di Sulut yang kini belum berujung dalam artian tak ada kepastian hukum. Setiap saat bisa berubah, dan siapapun yang merasa terlibat pasti akan hidup dalam bayang-bayang keresahan. “Saat ini masih aman, mar kage ketika ada pergantian pimpinan leh tu kasus dibuka ulang”. Resah, takut dst menyelimuti perasaan ini. Mau bagaimana, terima saja, sebab mungkin ini sudah jadi suratan takdir. Sepertinya, tak ada akhir, kendati sudah pernah ada putusan, tetap saja ada penyidikan lanjutan dengan dalih ada bukti baru. Lantas bagaimana dengan harga diri atau martabat keluarga yang sudah terlanjur diinjak-injak. Kapan harus berakhir penderitaan ini? Pertanyaan ini sering muncul dibenak kita. Padahal, jika semua sudah menyadari atau mengetahui tentang koridor hukum, buat apa takut. Salah atau benar, nanti pengadilan yang memutuskan. Jika tak terbukti bersalah, maka Pengadilan akan memerintahkan untuk segera dibersihkan atau dikembalikan nama baik martabat keluarga. Dengan demikian, kita akan menemukan ujungnya, atau akhir dari drama ini. Kita akan lega sebab terlepas dari bayang-bayang keresahan. Kondisi ini juga berlaku di segala sendi kehidupan manusia sehari-hari. Jika tak ada kepastian hidup, maka jiwa akan goyah, kita akan terbawa dengan emosi yang belum tentu benar. Belum tentu dapat menyelesaikan masalah. Saling cerca, menjatuhkan, kritik pedas langsung menjadi “maka-nan” sehari-hari. Tak ada ujungnya. Hidup sudah sulit, malah makin dipersulit saja. Renda-renda kehidupan kian “kabur”. Tak ada tempat bergantung lagi. Yang ada hanya asa yang menggantung tanpa ada kepastian yang jelas.(**)
Selasa, 26 Agustus 2008
The painting about Manado the time previously
by Frans Towoliu.
This was the painting about Megawati bridge in the middle of the Manado city that currently is torn down.
According to the history, this bridge was built in the time of President Soekarno (Bung karno). reportedly, bridge was named by the name of the daughter of his pity namely Megawati Soekarno Putri.